Akhir september beberapa tahun silam, diri moe belum tahu
benar charakter teman moe. Cerita moe tak begitu menggembirakan untuk di
dengar, yang ada hanya jeritan hati yang
terpantul di tiap sudut dan ruang yang hampa. Hidup moe seperti di dalam kardus
yang lumayan besar, diri moe merasa tersiksa namun berusaha berontak. Tak
seperti lagu saykoji yang jarang sekali diri moe dengar “ berontak dalam sempak”. Teman moe terasa
begitu berbeda dari waktu ke waktu, atau memang perubahan charakter itu perlu
dalam setiap diri semua orang. Entahlah… Diri moe terasa kecil dalam kardus
yang telah di buat dan di peruntukan diri moe. Hidup dalam kardus itu terasa
empedu yang di paksa tertelan dalam tenggorokan, mengendap dalam hati yang
senyap. Adaptasi yang diri moe lakukan perlahan – lahan kardus itu mulai
menyenangkan, hari – hari yang diri moe lewatkan begitu berkesan di hati,
sehingga diri moe seperti tak ingin “ keluar” dari kardus itu. Sekian tahun
mengikuti teman moe tak satu apapun yang diri moe dapat dan persembahkan,
bahkan yang ada kekecewaan yang terdalam, pada peristiwa yang tak ingin diri
moe ungkapkan “cukup siti nurbaya”. Janji teman moe untuk memberikan “ itu”
teryata hanya pemanis, teman moe mengatakan “ kalo “ itu “ buat lu, hidup lu di
situ” sebuah kalimat yang sangat menyakitkan dalam hati, konotasinya adalah
jika keluar dari dalam kardus itu “mati”. Teman moe itu adalah seorang teman yang
rupanya sangat tidak ingin melihat temannya mandiri, haruskah kita tidak ada
perubahan dalam hidup, bisa kah kita hidup tanpa ingin ini dan itu? Seperti
kata teman moe yang lain jadi “ kita Cuma jadi sapi perah”. Jika teman moe
berubah, salah kah diri moe ingin berubah dan punya ini dan itu. Seperti teman
– teman moe sebelumnya mereka pun tak dapat apa mereka harapkan dan akhirnya
satu – persatu mereka keluar dari dalam kardus, karena mereka ingin perubahan.
Maka benarlah apa yang teman moe katakan konotasi keluar
dalam kardus itu, diri moe telunta-lunta dan menderita karena kardus yang ada
sekarang ini sangat jauh dari sifat toleransi. Diri moe jadi teringat kata -
kata perjuangan “ mari bung rebut kembali ”
tapi dengan cara yang halal…insya Allah…aammmieenn ya Allah…
Kabar baik itu berhembus dari teman moe yang biasanya
bersanda gurau dan tak ingin diri moe terlepas
dari sosialisasi yang ada. Jadi teringat akan lagu dari Maher Zain feat
Padi “ Insya Allah” lirik lagunya begitu meresap di hati atau karena kita
merasa buntu dan kita menyerahkan segala persoalan kehidupan kepadaNya.